SELAMAT DATANG DI RUMAH PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII) CABANG LOMBOK TIMUR

Jumat, 20 Maret 2009

Deklarasi Kampaye Lombok Timur

Pada tanggal 14 Maret 2009, hingar bingar kampanye partai politik segera dimulai di Kabupaten Lombok Timur. Memulai kampanye hari ke-1, semua parpol yang ikut bertarung di Lombok Timur, 36 Parpol, mengikuti pawai kampanye damai yang diselenggarakan oleh KPU Lombok Timur dan diikuti oleh ke 36 parpol.


Acara tersebut dipusatkan (dimulai) di Taman Kota Selong. Dihadiri oleh Sekda mewakili Bupati, KPU, Panwaslu dan pimpinan-pimpinan Parpol, acara dimulai dengan penandatanganan kesepakatan antar parpol pada sekitar jam 14.00 wita.

Bunyi ikrar kesepakatan tersebut adalah:

Kami peserta pemilu bersepakat untuk melaksanakan pemilu 2009 sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku serta bertanggung jawab atas pelaksanaan kampanye secara damai dan siap menerima semua bentuk konsekuensi dari hasil pemilu baik kalah maupun menang.


Penandatanganan dilakukan oleh pemimpin parpol. Sebagian besar pemimpin parpol menandatangani kesepakatan tersebut.

Setelah itu, Sekda, KPU, Panwaslu, juga memberikan tandatangan sebagai saksi dari kesepakatan tersebut.

Usai penandatanganan, dengan mendapat kawalan dari POLISI, para peserta melakukan pawai keliling ke daerah-daerah seluruh Lombok Timur.

Menurut aturan dari KPU, setiap parpol diperbolehkan membawa maksimal 4 buah mobil (meski ada juga parpol yang melibatkan mobil melebihi kesepakatan 4 buah, belum ada teguran). Pada pawai hari pertama ini, tidak ada pawai sepeda motor untuk meminimalisir resiko kecelakaan.


Namun secara kasat mata, pelanggaran pemilu dilakukan oleh sebagian besar parpol (terutama parpol lama dan besar). Pelanggaran yang dilakukan adalah berupa pengerahan massa dengan memakai mobil truk bak terbuka. Mumpung lagi boleh barangkali, ya?

Selamat berkampanye! Santun, mendidik dan damai.


Peace di tandatangan, peace di kampanye, peace di tingkah laku, peace di hati!

Peace men! Peace! source gururidho


Baca selengkapnya >>

Tuan Guru dan Politik Praktis

Keterlibatan tuan guru dalam ruang politik nampaknya harus di pandang secara serius. Sebab sebagaimana dipahami bahwa politik di Indonesia sangat sarat dengan fragmentasi kepentingan sesaat. Sedangkan seperti yang kita fahami bahwa misi politik dan misi keagamaan yang diemban oleh tuan guru adalah dua buah misi yang sangat berbeda satu sama lain. Misi agama bersandar pada citra ilahi yang mengandalkan loyalitas total, subordinateship, worship (baca: pengabdian), boolean (baca: ya atau tidak), dan keihlasan yang terkait dengan dimensi keilahian, sedangkan politik bercorak profan, duniawi sekuler, short term, sarat kepentingan, kenyal (abu-abu), dan terkait dengan posisi kuasa.

Di Nusa Tenggara Barat, sejak zaman orde baru, wilayah politik praktis nyaris identik dengan tuan guru. Di samping karena masyarakat Lombok sangat paternalistik, juga karena pengetahuan masyarakat tentang politik, tokoh politik, maupun partai politik sangat kurang. Masyarakat mengandalkan pilihan politiknya (seperti juga pilihan-pilihan hidup lainnya) kepada pondok pesantren dengan tuan guru sebagai figur sentral.

Keterlibatan tuan guru dalam parade politik belakangan ini (sejak masa reformasi, karena pada masa orde baru, tuan guru tidak boleh berpolitik, hanya diminta untuk mengarahkan ummat ke salah satu paratai politik yang berkuasa) merupakan artikulasi sosial tuan guru terhadap kehidupan sosial-politik yang sedang berkembang. Kondisi kehidupan bernegara yang tidak stabil dan moral politik yang korup dalam menjalankan fungsi kenegaraan. Secara moral fakta ini mendorong tuan guru untuk ikut terlibat dalam kancah perpolitikan nasional, dan lokal, tergantung derajat ketuan-guruannya (baca juga http://gururidho.blogspot.com/2009/03/istikharah-tuan-guru.html) Kehadiran tuan guru dalam dunia politik praktis,di harapkan dapat memperabaiki kondisi negara yang sudah tidak menentu, “landasan teologis dan bangunan sejarah negeri ini menjadi dasar pijakan kuat para tuan guru untuk masuk ke dalam dunia politik, ditambah dengan keberhasilan Tuan Guru Bajang sebagai gubernur Nusa Tenggara Barat (hasil pilkada 2008)

Yang menjadi persoalan sekarang ini adalah ketika tuan guru yang selama ini di dengar dan tidak boleh dibantah oleh para santri dan masyarakat karena mempunyai otoritas sentral dan kharismatik yang tinggi, jika mereka terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan, konsekuensinya mereka akan mendapatkan kritikan, protes dengan aksi massa, atau mungkin juga caci maki yang berpotensi besar menimbulkan konflik horizontal (massa pendukung fanatis dengan massa yang protest). Kenyataan ini juga, minimal akan berdampak pada empat hal; (1) tuan guru akan kehilangan pijakan legitimasi sebagai “ikon suci” ditengah masyarakat, (2) institusi ketuan-guruan akan mengalami demistifikasi yang secara lumrah berakibat pada pengurangan peran tuan guru dalam semua aspek, (3) tuan guru akan cenderung dicurigai karena telah terlibat pada wilayah kelompok kepentingan, (4) terjadi konflik berkepanjangan di masyarakat yang menghabiskan energy yang berlebihan yang akhirnya membuat pembangunan tidak maju-maju.

Tapi apapun juga, keterlibatan tuan guru dalam ranah politik praktis diharapkan mampu menjadi pemersatu ummat dan katalisator ke arah pembangunan yang bersih, transparan, dan beriman (bebas KKN). Wallahu'alam.source. gururidho.




Baca selengkapnya >>